Pengendalian Penyakit Tumbuhan
Dari diagnosis penyakit, penyebab penyakit, mekanisme penyakit, epidemiologi penyakit, dan lain-lain, dapat dikembangkan suatu metode pengendalian penyakit yang dapat diaplikasikan dan efektif. Ada empat prinsip dalam pengendalian penyakit tumbuhan yaitu:
- Eksklusi patogen
- Eradikasi (pemusnahan) patogen
- Proteksi (perlindungan) inang yang rentan
- Resistensi inang
A. Eksklusi Patogen
Tujuan eksklusi adalah mencegah masuknya patogen ke daerah yang masih bebas patogen. Selama patogen dan inangnya tidak kontak maka tidak akan terjadi penyakit. Prinsip ini berhasil digunakan untuk patogen yang penyebarannya melalui bahan tanaman, tetapi sulit untuk patogen yang disebarkan oleh angin. Jadi, pengetahuan tentang cara penyebaran suatu patogen sangat penting dalam eksklusi.
Beberapa cara pengendalian yang menggunakan prinsip ekslusi yaitu:
1). Karantina dan peraturan
Karantina adalah suatu tindakan pelarangan yang resmi bagi pengangkutan bahan tanaman tertentu terhadap kemungkinan terbawanya patogen yang berpotensi merusak tanaman di daerah baru. Jadi, tujuannya adalah melindungi tanaman di suatu wilayah tertentu terhadap serangan patogen baru. Aktivitas karantina antara lain meliputi hal-hal berikut.
- Embargo total terhadap tanaman tertentu dan produk-produknya.Pemeriksaan dan sertifikasi bahan tanaman dari negara asal.
- Pemeriksaan dan perlakuan terhadap bahan tanaman di pintu masuk negara pengimpor.
- Perlakuan ini bisa berupa penghancuran dengan segera, perlakuan dengan pestisida, atau uji par-tumbuhan pasca-masuk.
- Pemasukan bahan dan hasil tanaman yang dimonitor secara berkelanjutan.
- Fasilitas karantina di negara ketiga (di luar negara asal dan tujuan).
2). Menghindari patogen
Usaha menghindari patogen pada saat produksi bibit bebas patogen dapat dilakukan dengan menanam di areal yang bebas atau terisolasi dari patogen, daerah yang kondisi lingkungannya tidak sesuai bagi patogen atau vektornya. Penggunaan bibit bebas patogen dan pemilihan waktu tanam dapat memperbesar peluang bagi tanaman untuk terhindar dari serangan patogen. Di sini, terlihat jelas pentingnya program sertifikasi benih atau bibit yang baik.
B. Eradikasi
Prinsip eradikasi bertujuan untuk memusnahkan atau mengurangi banyaknya patogen yang berada di daerah atau bagian tanaman. Tujuan ini dapat dicapai dengan berbagai cara yang sifatnya budidaya, fisik, kimiawi, dan hayati.
- Budidaya tanaman: pemusnahan inang, pergiliran tanaman, sanitasi, memperbaiki kondisi tumbuh tanaman, membuat keadaan tidak sesuai bagi perkembangan patogen, mulsa dengan polietilen, irigasi, dan sebagainya.
- Fisik: sterilisasi tanah, penggunaan panas untuk organ tanaman, pendinginan, dan radiasi.
- Kimiawi: fumigasi tanah dan perlakuan benih dengan pestisida.
- Hayati: penggunaan tanaman perangkap dan penambahan bahan-bahan yang menguntungkan bagi mikroflora yang antagonis terhadap patogen atau introduksi agen antagonis.
Pergiliran Tanaman dapat efektif digunakan dalam pengendalian penyakit bila patogennya mempunyai jenis inang yang sedikit, patogen tidak dapat bertahan lama dalam keadaan tidak ada inang, dan secara agronomis serta ekonomis layak dilakukan.
Sanitasi adalah tindakan yang bertujuan untuk menyingMrkan atau mengurangi banyaknya inokulum yang terdapat di tanah, pertanaman, dan tempat penyimpanan; serta mencegah penyebaran patogen ke tanaman atau produk yang sehat. Contoh tindakan sanitasi yaitu memangkas bagian tanaman atau bibit yang terinfeksi dan menyingkirkannya atau membakarnya secara aman. Pencucian alat-alat pertanian sebelum digunakan ke tempat lain mungkin dapat mengurangi kemungkinan penyebaran suatu patogen.
Cara-cara seperti aerasi di gudang, perlakuan benih atau bibit, pengaturan jarak tanam, pengapuran, pengaturan drainase, dan penggenangan merupakan usaha untuk membuat keadaan lingkungan tidak cocok bagi patogen. Misalnya, drainase yang baik akan mergurangi jumlah dan aktivitas cendawan Pythium dan nematoda.
Tanah-tanah tertentu ada yang mengandung berbagai mikroorganisme yang antagonistik aktif terhadap patogen sehingga penyakit tidak berkembang. Tanah yang demikian disebut tanah supresif. Adapun tanah yang mendukung perkembangan penyakit disebut tanah kondusif. Antagonisme dapat terjadi antara lain karena ada produksi zat antibiotik, enzim yang mampu mendegradasi struktur patogen, ada persaingan makanan atau ruang, maupun secara langsung memarasit patogen.
Sterilisasi tanah dengan suhu tinggi biasa dilakukan di rumah kaca dan persemaian dengan mengalirkan uap panas. Perlakuan air panas atau kimia dilakukan terhadap benih atau bibit yang mungkin mengandung patogen. Tinggi suhu dan lama Sterilisasi tergantung pada kombinasi inang dan patogen. Misalnya, buah-buahan dari sayuran yang mudah rusak biasanya disimpan dalam suhu rendah.
Proteksi Tanaman Rentan
Proteksi atau perlindungan tanaman yang rentan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida protektif dan dengan cara budi daya tanaman yang baik. Fungisida protektif seperti senyawa tembaga, belerang, senyawa organik yang mengandung belerang (karbamat) atau klor, kuinon, dan keton.
Fungisida pertama yang terkenal adalah campuran bubur bordo yang terdiri dari sulfat tembaga, kapur tohor, dan air. Kemudian muncul fungisida organik yang protektif, misalnya kaptan, zineb, maneb, vapam, ferbam, dan dikion. Efisiensi fungisida protektif dipengaruhi oleh kestabilan toksisitas, kemampuan menembus spora atau struktur cendawan yang lain, daya lekat, kemampuan menyebar dan melapisi permukaan tanaman. Untuk melindungi tanaman, penyemprotan fungisida perlu diulang beberapa kali untuk menjamin agar bagian-bagian yang baru rumbuh dapat terlapisi juga.
Pengaturan jarak tanam yang lebih lebar dan penjarangan tanaman peneduh dapat mengurangi kelembapan di kebun. Hal ini dapat mencegah perkembangan cendawan patogen. Perlakuan yang dapat merangsang pertumbuhan dan pendewasaan jaringan batang dapat melindungi tanaman muda dari penyakit rebah kecambah.
Resistensi Tanaman
Resistensi tanaman atau ketahanan tanaman dapat dilakukan melalui program pemuliaan, termasuk seleksi varietas tahan. Ketahanan ini bisa merupakan ketahanan yang bersifat morfologi, fungsional, protoplasmik, dan biokimiawi.
- Ketahanan morfologi terjadi karena adanya struktur dari tanaman yang dapat mencegah patogen masuk, misalnya berupa kulit buah atau kulit umbi yang tebal.
- Ketahanan fungsional misalnya ditunjukkan oleh varietas gandum yang stomatanya membuka agak lambat pada pagi hari dan cepat menutup pada siang hari. Varietas yang demikian, tahan terhadap penyakit karat karena tabung kecambah patogennya sulit masuk lewat stomata.
- Tanaman yang mempunyai ketahanan protoplasmik meskipun jaringan selnya dapat dimasuki oleh patogen, tetapi protoplasmanya akan melawan aktivitas patogen. Meskipun hakekat biokimiawi ketahanan protoplasmik ini belum diketahui, tetapi diketahui bahwa sifat ketahanan ini diwariskan.
- Ketahanan biokimiawi merupakan ketahanan tanaman dengan cara memproduksi senyawa yang toksik bagi patogen (toksin, fitoaleksin) maupun enzim yang dapat mendesintegrasikan patogen.
Menggunakan Fungisida
Fungisida biasanya diartikan sebagai bahan kimia yang dapat mematikan cendawan, tetapi kini pengerriannya lebih luas mencakup semua bahan yang mampu mencegah kerusakan tanaman yang disebabkan oleh cendawan. Fungisida yang digunakan sebelum terjadi infeksi disebut protektan (pelindung), sedangkan yang dapat mematikan cendawan setelah infeksi disebut terapetan (penyembuh). Fungisida yang bekerja di dalam tubuh tanaman digolongkan sebagai fungisida sistemik, sedangkan yang bekerja di permukaan digolongkan sebagai yang non-sistemik.
Formulasi fungisida komersial umumnya berbentuk WP (wettable powder) atau bubuk yang dapat dibasahi, debu (dusf), suspensi atau lumpur (slurries), dan EC (emulsifiable concentrate) atau larutan pekat yang dapat diemulsikan. Bentuk WP banyak digunakan untuk campuran bahan fungisida yang disemprotan. Formulasi debu biasanya mengandung 4-10% bahan aktif. Fungisida bentuk kering yang perlu dicampur air sehingga seperti lumpur biasanya digunakan untuk melapisi benih.
Cara penggunaan fungisida antara lain dalam perlakuan benih, perlakuan tanah, penyemprotan, dan penghembusan. Dalam perlakuan tanah, beberapa hal yang haras diperhatikan antara lain tanah haras cukup remah dan lembap sehingga mudah ditembus oleh bahan kimia; penambahan pupuk dan bahan lain haras dilakukan sebelum perlakuan fungisida. Bila menggunakan bahan fumigan seperti metil bromida, maka semua alat yang digunakan haras segera dibersihkan setelah pakai, dan tanah dapat ditanami setelah 2-4 minggu kemudian. Fumigasi tanah di lapangan sebaiknya tidak dilakukan karena tidak sesuai dengan konsep PHT dan keefektifannya diragukan serta mahal. Cara penyemprotan merupakan cara yang banyak dilakukan, baik pada daun, buah, dan batang.
{/sliders}