KINETIKA KIMIA
Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi mempelajari laju reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi kimia. Pada tahun 1864, Peter Waage merintis pengembangan kinetika kimia dengan memformulasikan hukum aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi kimia proporsional dengan kuantitas zat yang bereaksi.
Pengertian Kinetika Kimia
Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan koefisien seimbang. Namun persamaan reaksi tidak dapat menjawab 3 isu penting:
- Seberapa cepat reaksi berlangsung
- Bagaimana konsentrasi reaktan dan produk saat reaksi selesai
- Apakah reaksi berjalan dengan sendirinya dan melepaskan energi, ataukah ia memerlukan energi untuk bereaksi?
Kinetika kimia adalah studi tentang laju reaksi, perubahan konsentrasi reaktan (atau produk) sebagai fungsi dari waktu. Reaksi dapat berlangsung dengan laju yang bervariasi, ada yang serta merta, perlu cukup waktu (pembakaran) atau waktu yang sangat lama seperti penuaan, pembentukan batubara dan beberapa reaksi peluruhan radioaktif. Laju reaksi merupakan laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu, atau laju pembentukan produk tiap satuan waktu.
Laju Reaksi
Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi reaktan atau produk per satuan waktu. Besaran laju reaksi dilihat dari ukuran cepat lambatnya suatu reaksi kimia. Laju reaksi mempunyai satuan M/s (Molar per detik) (Suarsa, 2017).
- Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan bahwa banyaknyareaksi kimiayang berlangsung per satuan waktu.
- Laju reaksi menyatakanmolaritaszat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik
Definisi formal: Laju reaksi didefinisikan sebagai proses berubahnya konsentrasi per satuan waktu. Laju reaksi memiliki konstanta yang sangat bergantung pada suhu reaksi (Purba & Khairunisa, 2012).
Sebuah reaksi kimia dapat ditulis menggunakan rumus:
aA + bB → cC + dD
Dari reaksi kimia tersebut, dapat diketahui a, b, c, dan d adalah koefisien reaksi dan A, B, C, dan D adalah zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Laju reaksi dalam suatu sistem tertutup dinyatakan menggunakan rumus:
Dimana: [A], [B], [C], dan [D] menyatakan konsentrasi zat-zat tersebut. Melalui rumus tersebut, diketahui bahwa laju reaksi memiliki satuan mol/L/s.
Faktor yang memengaruhi laju reaksi
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Orde reaksi
Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi (Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 2004).
2. Luas permukaan sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
3. Suhu (Temperatur)
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil. Suhu merupakan properti fisik dari materi yang kuantitatif mengungkapkan gagasan umum dari panas dan dingin.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama, yaitu: katalis homogen dan katalis heterogen.
- Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
- Katalis homogen adalah katalis yang berada dalam fase yang sama dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatuperantara kimiayang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.
Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C AC -------------- (1)
B + AC AB + C ------ (2)
Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi:
A + B + C → AB + C
{\displaystyle A+B+C\rightarrow AB+C}Beberapa katalis yang pernah dikembangkan antara lain berupa katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitis yang paling dikenal adalah proses Haber, yaitu sintesis amonia menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik yang dapat menghancurkan produk emisi kendaraan yang paling sulit diatasi, terbuat dari platina dan rodium.
4. Molaritas
Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi.
5. Konsentrasi
Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrasi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi, maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia, dengan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat. Jadi semakin tinggi konsentrasi, semakin cepat pula laju reaksinya.
Persamaan Laju Reaksi
Untuk reaksi kimia sebagai berikut:
aA + bB pP + qQ
hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah
V = k[A]x [B]y
Dimana: V = Laju reaksi; k = Konstanta laju reaksi; x = Orde reaksi zat A; y = Orde reaksi zat B; Orde reaksi zat A dan zat B hanya bisa ditentukan melalui percobaan.
Orde Reaksi
Dalam bidang kinetika kimia, orde reaksi suatu substansi (seperti reaktan, katalis atau produk) adalah banyaknya faktor konsentrasi yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Untuk persamaan laju reaksi: r = k[A]x [B]y … )([A], [B] … adalah konsentrasi), orde reaksinya adalah x untuk A dan y untuk B. Orde reaksi secara keseluruhan adalah jumlah total x + y + .... Perlu diingat bahwa orde reaksi sering kali tidak sama dengan koefisien stoikiometri.
Contohnya: reaksi kimia antara raksa (II) klorida dengan ion oksalat:
2HgCl2 + C2O42- → 2Cl- + 2CO2↑ + Hg2Cl2¯↓
Persamaan laju reaksinya adalah:
r = k[HgCl2]1[C2O42−]2
Dalam contoh ini, orde reaksi reaktan HgCl2 adalah 1 dan orde reaksi ion oksalat adalah 2; orde reaksi secara keseluruhan adalah 1 + 2 = 3. Orde reaksi di sini (1 dan 2) berbeda dengan koefisien stoikiometrinya (2 dan 1). Orde reaksi hanya bisa ditentukan lewat percobaan. Dari situ dapat ditarik kesimpulan mengenai mekanisme reaksi. Di sisi lain, reaksi dasar (satu langkah) memiliki orde reaksi yang sama dengan koefisien stoikiometri untuk setiap reaktan. Orde reaksi secara keseluruhan (jumlah koefisien stoikiometri reaktan) selalu sama dengan molekularitas reaksi dasar. Orde reaksi untuk setiap reaktan sering kali memiliki angka positif, tetapi ada pula orde reaksi yang negatif, berupa pecahan atau nol.
1. Orde pertama
Jika laju reaksi bergantung pada satu reaktan dan jumlah eksponennya satu, maka reaksi itu adalah reaksi orde pertama.
Contohnya: dalam reaksi ion arildiazonium dengan nukleofil dalam larutan berair ArN2+ + X− → ArX + N2, persamaannya adalah r = k[ArN2+], dan Ar merupakan kelompok aril. Contoh reaksi orde pertama lainnya adalah proses peluruhan radioaktif. Namun, reaksi ini merupakan reaksi nuklir.
2. Orde kedua
Reaksi dianggap sebagai reaksi orde kedua jika ordenya secara keseluruhan berjumlah dua. Laju reaksi orde kedua mungkin proporsional dengan satu konsentrasi berkuadrat r = k[A]2, atau (lebih umum) jumlah orde dua konsentrasi r = k[A][B]. Contohnya: reaksi NO2 + CO → NO + CO2 merupakan reaksi orde kedua untuk reaktan dan reaksi orde nol untuk reaktan. Persamaannya adalah r = k [NO2]2 dan independen dari konsentrasi CO.
3. Orde nol
Dalam reaksi orde nol, laju reaksinya independen dari konsentrasi reaktan, sehingga perubahan konsentrasi tidak mengubah laju reaksi. Contohnya adalah berbagai reaksi yang dikatalis oleh enzim asalkan konsentrasi reaktan lebih besar daripada konsentrasi enzim yang mengendalikan lajunya. Contohnya, oksidasi biologis etanol menjadi asetaldehida oleh enzim dehidrogenase alkohol hati merupakan reaksi orde nol untuk etanol.
4. Orde negatif
Reaksi dapat memiliki orde negatif terkait dengan suatu substansi. Contohnya: perubahan ozon (O3) menjadi oksigen mengikuti persamaan: r = k [O3]2 ÷ [O2] dengan kelebihan oksigen. Reaksi ini merupakan reaksi laju kedua untuk ozon dan (-1) untuk oksigen. Saat orde parsial bersifat negatif, orde secara keseluruhan dianggap tidak didefinisi. Dari contoh di atas, reaksi ini tidak dianggap sebagai reaksi orde pertama meskipun jumlahnya 2 + (-1) = 1, karena persamaan lajunya lebih rumit daripada reaksi orde pertama yang sederhana.
Contoh Soal-1
Reaksi: NO2 (g) + CO (g) → NO (g) + CO2 (g) diperoleh data sebagai berikut:
Eksperimen | Laju reaksi awal (M s-1) | [NO2] awal (M) | [CO] awal (M) |
1 | 0,005 | 0,10 | 0,10 |
2 | 0,080 | 0,40 | 0,10 |
3 | 0,005 | 0,10 | 0,20 |
Berdasarkan data eksperimen reaksi di atas, tentukan:
- Orde reaksi terhadap NO2
- Orde reaksi terhadap CO
- Orde reaksi total
- Konstanta laju
- Laju reaksi ketika [NO2] = 0,40 M dan [CO] = 0,40 M
Penyelesaian:
Pertama, asumsikan bahwa hukum laju dari reaksi ini yaitu: V = k[NO2]x[CO]y
1). Untuk menghitung nilai x pada [NO2]x, kita perlu membandingkan data eksperimen 1 dan 2, di mana [NO2] bervariasi namun [CO] konstan.
Diperoleh x = 2, maka orde reaksi terhadap NO2 = 2.
2). Untuk menghitung nilai y pada [CO]y, kita perlu membandingkan data eksperimen 1 dan 3, di mana [CO] bervariasi namun [NO2] konstan.
Diperoleh y = 0. Jadi, orde reaksi terhadap CO = 0.
3). Orde reaksi keseluruhan = x + y = 2 + 0 = 2
4). Untuk menghitung konstanta laju, digunakan salah satu data eksperimen di atas, misalnya eksperimen 1.
Jadi konstanta laju reaksi = 0,5 M-1s-1
5). Laju reaksi ketika [NO2] = 0,40 M dan [CO] = 0,40 M:
V = k[NO2]2
V = 0,5 × (0,40)2
V = 0,08 = 8 × 10-2 Ms-1
Jadi, laju reaksi NO2 adalah 8 × 10-2 Ms-1
Contoh Soal-2
Gas nitrogen monoksida dan gas brom bereaksi pada 00C menurut persamaan reaksi: 2NO (g) + Br2 (g) 2NOBr (g). Laju reaksinya diikuti dengan mengukur pertambahan konsentrasi NOBr dan diperoleh data sebagai berikut:
Percobaan ke | [NO] M | [Br2] M | Kecepatan awal pembentukan NOBr (M/detik) |
1 | 0,10 | 0,10 | 1,20×10-3 |
2 | 0,10 | 0,20 | 2,40 ×10-3 |
3 | 0,20 | 0,10 | 4,80×10-3 |
4 | 0,30 | 0,10 | 1,08×10-4 |
Tentukan:
- Orde reaksi terhadap gas NO
- Orde reaksi terhadap gas Br2
- Orde reaksi total
- Rumus laju reaksinya
- Tetapan kecepatan laju reaksi
Penyelesaian:
1). Orde reaksi terhadap gas NO → Percobaan 1 dan 3, [Br2] tetap.
Jadi: Orde reaksi terhadap gas NO = 2
2). Orde reaksi terhadap gas Br2 → Percobaan 1 dan 2, [NO] tetap.
Jadi: Orde reaksi terhadap gas Br2 = 1
3). Orde reaksi total = x + y = 2 + 1 = 3
4). Rumus laju reaksinya: V = k[NO]2 [Br2]1 → V = k[NO]2 [Br2]
5). Tetapan laju reaksi. Lihat data percobaan-1: V = k[NO]2 [Br2]
Jadi, tetapan laju reaksi, k = 1,20 M-1s-1
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi
Reaksi kimia dapat terjadi jika energi minimal untuk bereaksi dipenuhi oleh zat zat yang akan bereaksi. Dalam sebuah reaksi kimia yang terjadi dalam wadah misalnya, setiap molekul perekasi akan selalu bergerak ke segala arah. Gerakan ini memungkinkan terjadinya interaksi antara molekul molekul perekasi. Interaksi ini dapat berupa tumbukan. Tumbukan yang memiliki energy yang cukup akan membuat molekul molekul pereaksi saling berekasi. Energi ini disebut energi aktivasi. Semakin banyak terjadi tumbukan, maka laju reaksi akan semakin cepat.
Apa pengaruh suhu terhadap laju reaksi???
Suhu adalah bentuk energy yang dapat diserap oleh masing masing molekul perekasi. Ketika suhu zat zat yang akan bereaksi ditingkatkan, maka energy partikel akan semakin besar. Energy ini digunakan oleh molekul molekul pereaksi untuk bergerak lebih cepat. Jadi adanya kenaikan suhu akan mengakibatkan gerakan molekul pereaksi menjadi lebih cepat. Bayangkan saja dua mobil yang melaju cepat pada kondisi lalu lintas yang ramai, maka resiko tabrakan yang terjadi akan semakin besar. Tabarkan yang terjadi juga akan menghancurkan kedua mobil karena laju mereka yang cepat.
Hal ini juga berlaku pada molekul pereaksi. Peningkatan suhu akan mengakibatkan energy kinetic kinetic partikel meningkat, akibatnya pergerakan molekul akan semakin cepat. Gerakan molekul yang semakin cepat juga akan meningkatkan jumlah tumbukan yang terjadi antar partikel. Jika terjadi tumbukan, maka energy tumbukan akan cukup besar untuk memungkinkan terjadinya reaksi antara kedua molekul. Artinya tumbukan efektif akan semakin banyak terjadi. Hal ini tentu akan mengakibatkan reaksi akan berlangsung lebih cepat.
“Suhu tinggi = energy kinetic partikel meningkat = semakin banyak tumbukan efektif yang terjadi antar partikel = laju reaksi meningkat”
Rumus Pengaruh Suhu terhadap Laju ReaksiPada umumnya, setiap kenaikan suhu 100C, maka laju reaksi akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan menggunakan hubungan ini, jika laju awal reaksi pada suhu tertentu diketahui, maka kita dapat meramalkan berapa besar laju reaksi lain jika suhunya ditingkatkan.
V2 = V1 × (n)ΔT/10
Atau jika yang diketahui adalah waktu tempuh reaksi, kita dapat menggunakan rumus:
t2 = t1 × (1/n)ΔT/10
Keterangan: V1 = laju reaksi awal (pada duhu T1); V2 = laju reaksi akhir (pada suhu T2); t1 = waktu reaksi awal (pada suhu T1); t2 = waktu reaksi akhir (pada suhu T2); n = kenaikan laju reaksi; ∆T = Perubahan suhu = T2 – T1. Harga n terantung berapa kali kenaikan laju reaksinya. Jika pada soal tertulis dua kali semula, maka harga n = 2, jika tiga kali semula maka harga n = 3, dan begitu seterusnya. Angka 10 pada pembagi perubahan suhu juga tergantung pada soal. Misalnya jika setiap kenaikan 10 derajat, maka angka 10 kita pakai. Tetapi jika dalam soal tertulis setiap kenaikan 20 derajat, maka angka 20 yang kita pakai. Dan begitu seterusnya.
Contoh Soal
- Suatu reaksi berlangsung 3 kali lebih cepat dari semula setiap kenaikan suhu 20 derajat celcius. Jika pada suhu 30 derajat reaksi berlangsung 3 menit, pada suhu 90 derajat, reaksi akan berlangsung selama berapa menit?
Penyelesaian:
Pertama yang harus diingat, bahwa suhu akan mempercepat laju reaksi. Reaksi cepat, maka waktu tempuh reaksi akan semakin sedikit.
Diketahui: n = 3; T1 = 30 derajat celcius; T2 = 90 derajat celcius; ∆T = 90 – 30 = 60; t1 = 3 menit; t2 = . . . . .?
t2 = t1 × (1/n)ΔT/10
t2 = 3 × (1/3)60/20
t2 = 3 × (1/3)3
t2 = 3 × (1/27)
t2 = 1/9
Jadi t2 = 1/9 menit
- Laju reaksi meningkat dua kali setiap kenaikan suhu 10 derajat celcius. Jika pada suhu 30 derajat celcius laju reaksi A + B → hasil, adalah 4 x 10-4 M/s maka laju reaksi pada suhu 60 derajat celcius adalah . . . .?
Penyelesaian
Diketahui: n = 2 (dua kali lipat), T1 = 30 derajat Celsius; T2 = 60 derajat Celsius; ∆T = 60 – 30 = 30; V1 = 4×10-4 M/s; V2 = . . . .?
V2 = V1 × (n)ΔT/10
V2 = 4×10-4 × (2)30/10
V2 = 4×10-4 × (2)3
V2 = 4×10-4 × 8
V2 = 32×10-4 atau 3,2×10-3
Jadi laju akhir reaksi adalah 3,2×10-3 M/s
- Harga tetapan laju reaksi bertambah dua kali lipat jika suhu dinaikkan 10 0 Pada suhu 40 0C reaksi A + B → C mempunyai harga laju reaksi x mol/L det. Jika reaksi berlangsung pada suhu 10 0C dan 80 0C, laju reaksi berturut turut sebesar . . . . mol/L det.
Penyelesaian:
Pada suhu 40 0C, laju reaksi = x
Reaksi : A + B → C
Persamaan umum laju reaksi: V = k [A]x [B]y = x
Harga k bertambah dua kali lipat setiap kenaikan suhu 10 0C. Jika suhunya turun menjadi10 0C maka harga k-nya tentu akan menjadi setengah kali semula.
Jika reaksi berlangsung pada 10 0C, artinya terjadi penurunan sebesar 30 0C dari 40 0C atau penurunan sebanyak 3 kali. Setiap kali penurunan 10 0C, harga k akan menjadi setengah kali semula maka harga k akan menjadi = (1/2)3 = ½ x ½ x ½ = 1/8.
Harga laju reaksi: V = 1/8 k[A]x [B]y = 1/8x mol/L.det.
Pada suhu 80 0C = suhu naik 40 0C atau terjadi peningkatan sebanyak 4 kali. Setiap naik 10 derajat maka harga k akan menjadi 2 kali semula maka harga k = (2)4 = 2 x 2 x 2 x 2 = 16.
Harga laju reaksi = V = 16 k [A]x [B]y = 16x mol/L.det.
Reaksi elementer
Reaksi elementer (terkadang disebut pula reaksi dasar) adalah suatu reaksi kimia di mana satu atau lebih spesi kimia bereaksi langsung untuk membentuk produk dalam satu tahap reaksi tunggal dan dengan satu keadaan transisi. Dalam praktiknya, reaksi diasumsikan elementer jika tidak ada zat antara reaksi yang telah terdeteksi atau perlu didalilkan untuk menggambarkan reaksi pada skala molekuler. Reaksi yang tampaknya elementer sebenarnya adalah sebuah reaksi bertahap, yaitu melalui tahapan reaksi kimia yang rumit, dengan intermediet reaksi pada variabel masa hidup.
Dalam suatu reaksi elementer unimolekuler, suatu molekul A terdisosiasi atau mengalami isomerisasi untuk menghasilkan produk:
A → Produk
Pada suhu konstan, laju dari reaksi tersebut sebanding dengan konsentrasi spesi A:
(d[A] ÷ dt) = – k [A]
Dalam suatu reaksi elementer bimolekuler, dua atom, molekul, ion atau radikal, A dan B, bereaksi bersama untuk menghasilkan produk:
A + B → Produk
Laju reaksi tersebut, pada suhu konstan, sebanding dengan perkalian konsentrasi spesi A dan B:
(d[A] ÷ dt) = d[B] ÷ dt) = – k [A] [B]
Ekspresi laju bagi reaksi elementer bimolekuler terkadang dirujuk sebagai hukum aksi massa sebagaimana yang diusulkan oleh Guldberg dan Waage pada tahun 1864. Contoh dari reaksi jenis ini adalah reaksi sikloadisi. Ekspresi laju ini dapat diturunkan dari prinsip pertama dengan menggunakan teori tumbukan untuk gas ideal. Untuk kasus fluida encer hasil yang setara telah diperoleh dari argumen probabilistik sederhana.
Menurut teori tumbukan, probabilitas tiga spesi kimia bereaksi bersamaan satu sama lain dalam suatu reaksi elementer termolekuler dapat diabaikan. Oleh karena itu, reaksi termolekuler semacam itu biasa disebut reaksi non-elementer dan dapat dipecah menjadi seperangkat reaksi bimolekuler yang lebih mendasar, sesuai dengan hukum aksi massa. Tetapi tidak selalu dimungkinkan untuk mendapatkan skema reaksi secara keseluruhan namun solusi berdasarkan persamaan laju dimungkinkan dalam hal keadaan tunak atau pendekatan Michaelis-Menten.
Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tetapi tidak mengalami perubahan dan pengurangan jumlah. Laju reaksi katalis terjadi di permukaan luas pada fluida padat sehingga diterapkan pada material padat yang berpori. Dalam reaksi kimia, katalis tidak berperan sebagai pereaksi kimia maupun produk. Katalis yang umum digunakan ialah ion logam dengan metode impregnasi untuk menghasilkan valensi nol dan situs-situs asam selama proses reduksi. Peran katalis adalah meningkatkan unjuk kerja katalitik material padat.
Reaksi kimia
Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat laju reaksi dari suatu reaksi kimia.[3] Percepatan laju reaksi terjadi pada suhu tertentu dengan cara menurunkan energi aktivasi suatu reaksi, tanpa mempengaruhi hasil reaksi (produk). Perlu diketahui bahwa katalis ikut bereaksi. Hal ini bisa dibuktikan dengan melakukan eksperimen. Pada akhir reaksi, akan didapatkan bahwa efektivitas suatu katalis menjadi berkurang. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa katalis ikut bereaksi dalam suatu reaksi. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Jenis
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. katan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C → AC -------------- (1)
B + AC → AB + C ------ (2)
Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, tetapi selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi:
A + B + C → AB + C
katalis tidak termakan ataupun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan istilah "katalis" dalam konteks budaya yang lebih luas, secara bisa dianalogikan dengan konteks ini.
Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi massal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitik yang paling dikenal ialah proses Haber untuk sintesis amoniak, yang menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik—yang dapat menghancurkan produk samping knalpot yang paling bandel—dibuat dari platinadan rodium.
Fenomena alami
Hidrolisis lemak atau minyak
Enzim lipase menjadi katalis bagi trigliserida yang menyebabkan hidrolisis pada lemak atau minyak. Hidrolisis lemak atau minyak terjadi akibat adanya bakteri di udara yang mengandung enzim lipase. Pada suhu kamar dan udara lembab, hidrolisis lemak atau minyak menimbulkan bau tengik dan cita rasa yang tidak enak apabila dibiarkan pada udara lembab pada suhu kamar.
Kegunaan
- Esterifikasi dan interesterifikasi. Reaksi esterifikasi memerlukan katalis asam atau katalis basa untuk mempercepat reaksi antara gliserol dengan asam lemak untuk menghasilkan monogliserida, digliserida, dan air. Katalis diberikan pada suhu pemanasan antara 210 oC hingga 230 oC. Rasio antara gliserol dan asam lemak dalam reaksi akan menentukan komposisi monogliserida. Sedangkan komposisi digliserida ditentukan oleh reaksi interesterifikasi yang melibatkan gliserol, lemak atau minyak dan katalis basa seperti kalsium hidroksida. Reaksi interesterifikasi hanya membutuhkan gliserol dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan reaksi interesterifikasi dengan asam lemak.
- Pembuatan sel bahan bakar. Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi pada sistem elektroda yang membentuk sel bahan bakar. Setiap sel elektroda merupakan sel elektrokimia yang secara berkelanjutan mengubah energi kimia dalam bahan bakar dan oksidan menjadi air dan menghasilkan energi listrik. Proses pembuatan sel bahan bakar melibatkan sistem elektroda-elektrolit yang mengalami reaksi elektrokimia. Elektrolit digunakan untuk menghantarkan muatan listrik dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan energi panas. Katalis yang digunakan di dalam elektroda ialah lapisan platina.
- Reaksi Alkilasi Friedel-Crafts. Reaksi alkilasi Friedel-Crafts menggunakan prinsip substitusi elektrofilik aromatik. Reaksi kimia dihasilkan melalui alkilasi benzena dengan alkil halida menggunakan katalis asam Lewis yang kuat. Jenis katalis yang umum digunakan ialah aluminium klorida atau besi klorida.
- Fermentasi. Manusia telah menggunakan enzim sebagai katalis fermentasi makanan sejak zaman prasejarah. Enzim khamir telah lama digunakan untuk melakukan fermentasi gula buah menjadi alkohol. Enzim pada bakteri Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus acidophilus digunakan untuk membuat yoghurt. Enzim juga digunakan sebagai katalis dalam pembuatan bir dari biji-bijian, pembuatan adonan roti dengan khamir dan fermentasi air kelapa menjadi cuka. Keunggulan penggunaan enzim sebagai katalis ialah sifatnya yang tidak berubah meski telah mengalami reaksi kimia. Selain itu, enzim melakukan percepatan reaksi kimia dengan tetap mempertahankan kedudukan normal dari kesetimbangan kimia.
- Sintesis tabung nano karbon. Katalis logam digunakan untuk melakukan sintesis pada tabung nano karbon yang dapat terkendali. Tabung nano karbon digunakan untuk membuat peralatan dengan sifat nano-elektronik. Proses nukleasi dan perumbuhan tabung nano karbon memerlukan bantuan katalis logam.
Referensi
- Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (2004). Laju Reaksi (PDF). Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktoran Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 11.
- Kenneth A. Connors Chemical Kinetics, the study of reaction rates in solution, 1990, VCH Publishers ISBN 0471720208
- Laidler K.J. Chemical Kinetics (3rd ed., Harper & Row 1987), hlm. 305 ISBN 0-06-043862-2
- Petrucci R.H., Harwood W.S. and Herring F.G. General Chemistry (8th ed., Prentice-Hall 2002), p.585-6 ISBN 0-13-014329-4
- Purba, E. dan Khairunisa, A. C. (2012). "Kajian Awal Laju Reaksi Fotosintesis untuk Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii". Rekayasa Proses. 6 (1): 8.
- Suarsa, I. W. (2017). Teori Tumbukan Pada Laju Reaksi Kimia (PDF). Denpasar: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udaya. hlm. 1.
- Whitten K.W., Galley K.D. and Davis R.E. General Chemistry (4th edition, Saunders 1992), hlm.638-9 ISBN 0-03-072373-6.